Sehubungan 1 Desember 2012 diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia, maka dengan ini saya ingin sedikit berbagi informasi cerita. Mungkin juga sudah banyak yang tahu mengenai HIV dan AIDS itu apa, sudah lah ya, bisa googling juga, mungkin juga sudah pada belajar dari sekolah, kampus, atau organisasinya HIV dan AIDS itu apa, penularannya bagaimana, bisa diobati atau tidak.
Hari ini kebetulan menemani direktur saya di kantor untuk menghadiri talkshow yang diadakan oleh Rumah Panda, organisasi mahasiswa yang focus pada isu kesehatan reproduksi dalam rangka Peringatan Hari AIDS Sedunia.
Tema Peringatan Hari ADIS Sedunia di Indonesia tahun 2012 ini adalah Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS, sedangkan tema Peringatan Hari AIDS Sedunia adalah Getting to Zero: Zero New HIV Infection, Zero Death from AIDS-Related Illnes, and Zero Discrimination.
Saya mau focus pada tema Peringatan Hari AIDS Sedunia yang ada di Indonesia, kenapa? Karena tren kasus HIV AIDS sudah mulai bergeser dari pengguna narkoba dan jarum suntik ke ibu rumah tangga. Kenapa ibu rumah tangga bisa kena infeksi HIV dan AIDS? Which is mereka cuma ada di rumah, ngurus rumah, ngurus suami, ngurus anak, kok bisa?
Bisa. Kalau ternyata suami mereka yang melakukan seks tidak aman, seks berisiko di luar rumah, dengan siapa? Ya dengan WPS, wanita pekerja seks. Dari data Kemenkes, ada 3,1 juta laki-laki pelanggan wps dan 1,6 juta darinya adalah berstatus suami. Geram gak sih? Ini udah masuk ranah kejahatan perkawinan gak sih?
Di talkshow kemarin, saya ketemu sama Mba Cantik (bukan nama sebenarnya), dia adalah orang dengan HIV Positif. Dia share pengalamannya saat dia tahu bahwa dia terinfeksi HIV dari suaminya yang ternyata pernah melakukan seks berisiko dengan WPS.
Gak mudah loh, buat dia bisa menerima keadaan itu, dia merasa tidak pernah bertindak yang dapat merugikan dirinya sendiri, dia anak yang baik-baik, tetapi kenapa harus dia yang ditularkan suaminya yang HIV positif?
Beda dengan Mas Ganteng, dia terinfeksi HIV positif karena perilaku masa mudanya yang kelam, dahulu dia pemakai narkoba,pernah melakukan seks berisiko, dan sebagainya. Ketika dia tahu bahwa dia positif HIV juga tidak mudah baginya untuk menerima keadaan tersebut. Hingga akhirnya keadaannya yang sekarang ini membuat dia lebih bertanggung jawab atas apa yang pernah dia lakukan di masa mudanya.
Sekarang Mba Cantik dan Mas Ganteng sudah memiliki anak, dan dengan treatment dan intervensi yang baik, anak mereka negative HIV which is memberikan harapan bagi para penderita HIV positif untuk memiliki anak. Mereka masih bisa mendapatkan hak mereka dalam bereproduksi walaupun memang caranya tidak semudah orang yang tidak hidup dengan virus ini.
Di sela-sela acara, Mas Slamet Riyadi dari PKBI memperlihatkan kaosnya yang bertuliskan “Cowok yang jajan seks = cowok gak laku.” I do sepakat dengan kaosnya Mas Slamet ini, kenapa? Karena laki-laki yang harus membeli jasa wanita untuk melakukan seks dengannya, pastilah bukan laki-laki yang menarik di mata seorang wanita.
Karena setuju itu, saya lantas tweet quote tadi di akun twitter saya. Dan ada teman saya yang menanggapi seperti ini: “@sugakun: Klo perempuan penjaja seks = apa v? RT @lephieme: Stop beli seks, laki-laki pembeli seks = laki-laki gak laku -Slamet Riyadi, PKBI- “
Saya jawab, korban. Yak mereka adalah korban dari situasi dan kondisi yang memaksa mereka untuk menjadi wanita pekerja seks. Kenapa saya bisa bilang mereka korban? Karena dari beberapa kasus yang saya baca, wanita ini kebanyakan tertipu dengan kedok TKI atau pekerjaan lainnya, namun pada akhirnya mereka malah dijual kepada germo atau diperdagangkan ke negeri seberang untuk dijadikan pekerja seks.
Salah satu buktinya, ada senior saya yang balas tweet saya dengan informasi yang dia dapatkan dari pengalamannya ke lokalisasi di Kepulauan Riau: “@sucira: @lephieme gw pernah k lokalisasi d kepri, dan sbagian bsar jd wps krn terjebak, mau jd tki malah djual. Mreka jg g mau, tp g py uang pulkam.”
Menurut saya, diskriminasi dan stigmasisasi masyarakat kepada wanita pekerja seks ini terlalu berlebihan, hanya karena mereka tidak berperilaku sesuai dengan norma dan nilai orang kebanyakan, mereka tersingkirkan. Padahal mereka tetap memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan orang kebanyakan.
Teman saya itu bertanya, apakah mereka tidak punya pilihan lain? Hidup kan pasti ada pilihan. Saya kembalikan pertanyaannya, apakah laki-laki yang jajan seks itu tidak memiliki pilihan lain selain jajan seks padahal di rumah dia telah memiliki pasangan dan anak dari pasangannya itu?
Well, he said “gak akan ada habisnya kalau masih ada permintaan akan wanita pekerja seks.” Yup betul. Yang meminta siapa? Laki-laki kan? Yang banyak mengatur bisnis ini juga laki-laki. So, come on guys, ubahlah paradigma kalian terhadap wanita. Wanita itu bukan hanya sebagai pemuas birahi kalian. Wanita dan laki-laki itu setara di dalam hukum negara ini. Kita punya hak dan kewajiban yang sama dalam hidup.
Putus mata rantai prostitusi dengan setia terhadap pasangan. Putus mata rantai infeksi baru HIV dengan seks yang aman, dengan tidak melakukan hubungan seks, setia pada pasangan, atau kalaupun tidak bisa setia, please use condom on your sexual activities. Jangan sampai perilaku seks berisiko kamu malah akan merugikan pasangan dan anak kamu nantinya. Kamu berhak memilih apaun tindakan yang ingin kamu lakukan, tapi mereka juga punya hak untuk tetap hidup sehat.