Tags
2012, action, Alex Cross, analisis deduktif, detektif, Drama Kriminal, Edward Burns, film, Film adaptasi novel, film polisi detektif, James Patterson, Matthew Fox, Pembunuh Psikopat, Picasso, psikologi kriminal, Psikopat, Rachel Nichols, review, Review film, Rob Cohen, Tyler Perry
Awalnya mau nonton aki Bruce Willis, eh liat daftar film ada film dengan judul Alex Cross. Familiar dengan nama itu, saya akhirnya melihat trailer filmnya lalu membaca sinopsisnya. Ternyata benar, Alex Cross yang dimaksud itu adalah tokoh polisi detektif kulit hitam berbadan besar dan berlatar belakang pendidikan psikologi, yang ada di novel karangan James Patterson. Eehm, well, beberapa tahun lalu sempat ada film berdasarkan novel James Patterson yang diperankan oleh Morgan Freeman. Actor satu itu salah satu actor favorite saya, dan kebetulan saya pun memiliki novelnya yang diangkat ke film tersebut, Along Came a Spider tahun 2001 jadi yaa pilihan jatuh pada film ini dulu daripada Looper 😀 sabar ya Aki Willis.
Di film arahan Rob Cohen ini, tokoh Alex Cross diperankan oleh Tyler Perry yang namanya terkenal dalam film Diary of a Mad Black Woman pada tahun 2005. Oke, badannya memang besar, tapi tetap lebih oke aktingnya embah Morgan Freeman menurut saya.
Dan saya juga kurang tahu ya, film yang ini diadaptasi dari novel dengan judul apa, yang mana? Atau kah hasil penggabungan karakter Alex Cross yang ada di novel-novel seri Cross yang ada. Entahlah.
Awal film ini menceritakan mengenai kasus pembunuhan sadis terhadap seorang wanita yang ditangani oleh dr. Alex Cross dan rekannya Tommy (Edward Burns). Karena keterlibatannya dalam penanganan kasus ini, Cross harus akhirnya terjerumus pada sebuah investigasi berbahaya yang melibatkan pembunuh misterius.
Pembunuhnya (yang diperankan oleh Matthew Fox) benar-benar misterius, karena sepanjang film ini tidak sama sekali dijelaskan siapa dia, darimana datangnya, apa motifnya selain memang dia adalah psikopat sadis yang dibayar seseorang untuk melakukan aksinya tersebut. Bahkan namanya pun tidak disebutkan secara jelas, hanya ada satu dialog dari Tommy yang menyebutkan bahwa ia mirip Picasso karena petunjuk lukisan yang ditinggalkan pembunuhnya. Padahal lukisan yang jadi petunjuk hanya satu biji, lukisan lain yang terlihat adalah lukisan Cross yang sedang dibuat pembunuh yang tidak sama sekali ditinggalkan di crime site. Ehmmmm..
Satu hal lagi, bahkan yang memberikan perintah pembunuhan pun tidak jelas kedudukannya apa di Detroit, latar belakangnya bagaimana, sehingga sangat disegani di kota tersebut. Selain hanya ada penggambaran bahwa ia adalah seorang pengusaha kaya yang ingin membangun kota Detroit menjadi lebih canggih. But who the hell is he?!
Dari lukisan tersebut itulah akhirnya Cross mampu memecahkan teka-teki siapa target pembunuhan Picasso berikutnya. Cross, Tommy dan Monica (Rachel Nichols) berusaha menggagalkan aksi pembunuhan tersebut yang akhirnya malah membawa ketiga polisi detektif itu dan orang-orang terdekatnya menjadi sasaran pembunuhan selanjutnya. Dimulailah aksi perburuan dan penyiksaan di film ini.
Adegan demi adegan yang ada di film ini sebenarnya bergerak dengan cepat, hanya saja terasa bolong-bolong, kurang lengkap, kurang bumbu, kurang greget. Landasan ceritanya lemah, ada beberapa adegan yang terkesan dipaksakan untuk menjadi rangkaian peristiwa penting yang menceritakan mengenai tokoh utamanya.
Akting para pemain juga kurang oke menurut saya, kecuali pemeran pembunuh, sangat menghayati sepertinya doski, sampai terkesan berlebih, terlalu dramatis memerankan tokoh Picasso ini. Pemeran Tommy seperti hanya pemanis, Monica apalagi. Banyak tokoh yang hanya sekedar cameo di film ini tanpa banyak membuat cerita menjadi utuh.
Tetapi ada satu adegan yang bikin saya sendiri ikutan nangis, touching banget, haru, disini dramanya ngena banget. Untuk akting actionnya sendiri kurang ya kalau menurut saya, pembunuhnya mati dengan cupu, gak keren, padahal psikopat.
Diakhir cerita, yang bikin lumayan bangga sekaligus sedih adalah bahwa ada view Bali di scene film ini, ada Bahasa Indonesia yang digunakan di film ini, yang buat sedih adalah penggambaran mengenai seorang asisten wanita yang digambarkan sebagai orang Indonesia dengan nama Paramita Megawati adalah seorang drug user. Tapi masih tetap bangga karena dalam film ini, polisi dan aparat penegak hukum Indonesia ternyata bisa bekerja sama dengan polisi luar untuk menangkap penjahat 😀 (di film loh ya, di film, nyatanya mah bandar narkoba aja dikasih remisi *tepokjidat*)
Overall, sih lumayan lah ya film ini buat ditonton, masih recommended lah. Film ini sendiri mendapat rating 4,9 di IMDB dari 1451 user. Masih layak tonton daripada film pocong yang talinya masih perawan, tentunya. 😛 saya sendiri masih bisa kasih bintang 3 dari 5 bintang untuk film ini.
Selamat menonton!